You are Different but I Really Love You




     Beberapa tahun lalu saya bertemu dengan sesosok makhluk yang luar biasa aneh, saat menulis ini pun saya sempat menyunggingkan senyum berkat keanehannya yang seketika muncul dalam pikiran saya. Dia itu tipe-tipe lelaki yang dingin, ngga suka haha-hihi yang ngga jelas, ngga peduli omongan orang, cuek, ya intinya bukan lelaki humoris yang suka gombal sana-sini. Satu lagi, sulit ditebak, bahkan hubungan kami yang 3 tahun pun masih saja kurang untuk memahami apa mau dan keinginannya.

     Dia itu nyebelin, harus betah nunggu berjam-jam atau bahkan berhari-hari untuk sekedar menerima balesan chat dari dia. Oiya, paling ngga bisa di telpon, pasti ngga pernah diangkat kalau bukan dia yang ngajak nelpon, bahkan dia bilang mau nelpon pun pernah ngga jadi, asli buat kecewa. Tapi ya lagi-lagi, i love him.

     Foto diatas itu, oleh-oleh dia waktu dari Yogyakarta, dia minta maaf waktu itu  karena ngga bawain aku oleh-oleh, ngga masalah si aku kalo urusan oleh-oleh  yang penting dia seneng dan selamat, aku udah bahagia banget dia nulis nama aku di pasir Pantai Parangtritis, aku dapet foto itu bukan dari dia langsung tapi dari temen nya beserta ancaman supaya ngga bilang ke dia, jadi kemungkinan dia juga ngga tau kalau aku punya foto itu dan foto itu sudah bertengger jadi background laptop aku dari awal aku dapet foto itu. Terimakasih banyak yaa sudah selalu mengingatku dan  juga kejutan-kejutan nya, meski tak selalu bisa tersampaikan.

     Kalau kalian mengira selama 3 tahun itu kami sering telponan, video call, atau bahkan jalan bareng kalian salah banget. Kami telponan bahkan bisa dihitung, video call juga ngga lebih dari 5 kali, jalan bareng? Mungkin setahun 2-3 kali. Kenapa ? Ya karena dia itu beda. Kalau kalian tanya apa aku bahagia? Ya pasti bahagia banget, dia itu orang pertama yang dari awal udah buat aku yakin banget sama dia, yakin kalau kita bakalan bisa serius dan ke jenjang selanjutnya, nikah dan punya anak. Aku pengen banget dia deket sama keluarga aku, aku pengen ngenalin dia ke bapak, tapi sayangnya sebelum itu terjadi bapak sudah lebih dulu dipanggil Allah. Tapi ya, apapun itu aku tetap ingin dia jadi suamiku nantinya.

     Kalian tau kan, aku itu bener-beneer takut kehilangan dia, apalagi setelah dia masuk perguruan tinggi dan dia berhasil mendapatatkan yang dia inginkan berkat kerja kerasnya selama ini, yang itu benar-benar jauh diatasku, aku hanya seonggok daging yang  berjalan tanpa arah. Disini tingkat percaya diriku menurun drastis, aku merasa tidak pantas bersanding dengan dia yang luar biasa, dia bisa dapatkan seseorang yang jauh lebih baik dari aku, segala hal, lebih cantik, lebih baik, lebih pintar, lebih ramah, lebih salihah. Selama masa terpurukku ini pun, hanya rasa curiga yang muncul terus-menerus, tak lagi tenang untuk menunggu, kacau, resah kalu dia benar-benar mendepakku dari hidupnya, merasa tak diprioritaskan lagi, merasa tak dibutuhkan lagi, kecewa karena harapan sendiri, atau bahkan terluka karena asumsi yang kubuat sendiri. Lemah.

    Setelah kusadari, ini semua terasa tak sehat, akhirnya aku mengambil keputusan yang entah itu benar atau tidak tapi ini merupakan keputusan yang sulit. Aku hanya ingin merasa lebih tenang, kadang lebih baik tidak memiliki dari pada memiliki tapi terus-menerus merasa tak tenang. Takut, kalau ia benar meninggalkan aku yang sudah sangat berharap besar padanya, aku tak mau dia juga terkekang olehku yang posesif, pecemburu dan rendahan ini. Aku tau dia butuh teman yang lain, yang asik dia ajak bergurau, satu visi dan misi, bukan aku yang hanya bercakap tentang cinta.

     Kisah kami memang tak sempurna dari awal dimulai bahkan sampai hampir selesai. Tapi bagiku tak ada yang selesai diantara kami, aku masih aku yang mengaguminya, mencintai dan berharap besar agar kelak kiami akan disatukan kembali, hanya saja tak lagi ku utarakan agar tak menjadi beban untuknya. Aku ingin dia bahagia dan aku juga.  Aku ingin dia bebas, mnegejar impian dan bersenang-senang. Aku berdoa yang terbaik untuknya, untuk kami. Semoga Allah ridho mempertemukan kami kembali dengan sifat dan pribadi yang lebih baik lagi, dan ditempat yang tak terduga, aku belajar banyak dari kisah ini, terimakasih sudah memberi warna, rasanya masih sesak namun sedikit terasa lega. Aku ingin dia selalu tau, bahwa walaupun akhir ini menoreh luka aku tetap bahagia karena pernah menjadi wanita yang dia cinta. Terimakasih untuk segalanya...

     Satu harapanku, semoga dia tak membenciku...

Komentar