Selamat Tinggal Mico

Assalamualaikaum sobat Amel, kita ketemu lagi nih :) amel mau berbagi cerita lagi, mau tau ceritanya?? ayoo dong buruan baca. selamat membaca.



Dania berdiri di depan jendela sembari mengikat rambut yang terurai panjang, memandang lurus jendela yang berada di seberang jalan. Di sebrang sana tirai jendelanya di buka oleh sepasang tangan yang kekar, terlihat oleh Dania seseorang yang belum pernah ia lihat sebelumnya, anak lelaki sebayanya yang berbadan tinggi, kekar, dan berambut hitam yang berdiri membelakangi jendela.
“Nia, tolong bantu bunda menyiram bunga.” Terdengar suara wanita paruh baya di depan kamar Dania, ia pun segera berjalan ke arah pintu.
“Iya bun nanti Nia menyusul.” Jawab Dania sembari menongolkan kepala di pintu yang sedikit terbuka.
Dania bergegas melipat selimut dan merapikan tempat tidurnya, sebelum meninggalkan kamarnya Dania melirik sebentar ke luar jendela.

“Ma Ardi mau jalan-jalan dulu ya.” Ucap anak lelaki yang berjalan menuruni tangga dan menuju ke arah garasi.
“Hati-hati ya.” Jawa seorang wanita yang sedang berada di dapur.
Anak lelaki yng bernama Ardi keluar garasi dengan menuntun sepedanya hingga ke halaman.
“Kreek.” Terdengar suara dari sepeda yang baru ia naiki.
“Huh, sepeda ini, baru mau di pakai sudah rusak.” Gerutu Ardi sembari memulai mengotak-ngatik rantai sepedanya.
“Bruuk.” Sepedanya ambruk dan membat Ardi semakin kesal.
“Dasar sepedah ini.” Teriak Ardi sembari menendang sepedanya.
Terakannya itu membuat seorang gadis yang sedang menyiram bunga menoleh ke arahnya. Saat Ardi menegakkan kepalanya tatapan mereka pun bertemu, Ardi melihat mata yang bundar, indah dan berbinar, serta rambut yang terikat rapih.
“Gadis yang anggun.” Gumam Ardi dalam hati.
“Sini biar aku bantu.” Ucap seorang gadis yang mengagetkan dan membuyarkan pandangan Ardi.
“Oh iya, makasih.” Jawab Ardi sembari membantu gadis itu untuk mendirikan sepedahnya yang terjatuh.
“Kamu orang baru yang tinggal di sini ya?” tanya gadis itu sembari melihat sekeliling rumah Ardi.
“Iya, aku baru pindah kemarin sore.” Jawab Ardi singkat sembari menuntun sepedahnya ke garasi.
“Aku Naya, rumahku tepat di sebelah rumahmu.” Ucap gadis itu sembari menunjuk rumah yang ada di sebelahnya.
“Aku Ardi, ayo masuk dulu.” Jawab Ardi sembari menutup pintu garasi rumahnya, dan Naya melangakh mendekati Ardi.
“Tadi kamu mau jalan-jalan ya?” tanya Naya menatap lekat mata Ardi.
“Iya, tapi sepedaku malah rusak.” Jawab Ardi singkat.
“Kalau begitu mau aku temenin gak? Kita jalan kaki aja.” Ucap Naya meyakinkan.
“Boleh.” Jawb Ardi smbari berjalan ke luar gerbang.
“Kamu cari apa?” tanya Naya saat melihat Ardi yang meneliti rumah tetangganya yang tepat berada di depan rumah Ardi.
“Enggak, bukan apa-apa kok.” Jawab Ardi “ayo, nanti keburu siang.” Lanjutnya sembari menarik tangan Naya dan bergegas meninggalkan rumahnya.

“Bun, rumah depan itu udah di tempatin ya?” tanya Dania yang duduk di sofa ruang tamu.
“Iya, nanti malam kita di undang makan malam di sana.” Jawab bunda Dania sembari memberikan segelas air untuk Dania.
“Makasih bun.” Ucap Dania sebelum meminum air yang ia pegang.
“Tumben kamu nannyain tentang tetangga kita.” Ucap bunda Dania sembari mengambil sebuah majalah di bawah meja.
“Iya soalnya tadi Nia liat ada orang di halamannya, Nia tanya karena rumah itu kan dulu rumahnya Mico yang udah lama gak di tempatin.” Jawab Dania sembari memandang ke luar rumah.
“O iya, bunda denger tetangga baru kita itu juga punya anak laki-laki.” Ucap bunda Dania sembari terus membolak-balikkan mejalah.
Dania hanya tersenyum dan berjalan menaiki tangga menuju ke kamrnya. Sebelum merebahkan tubuhnya di tepat tidur Dania menyempatka matanya untuk memandangi jendala di sebrang kamarnya itu.

“Makasih ya.” terdengar teriakan anak lelaki di luar jendela kamar Dania. Dania berdiri dan mendekati jendela.
Telihat olehnya tetangga barunya itu dengan Naya, gadis sebayanya yang tinggal di pojok rumah Dania. Anak lelaki itu tersenyum dan melambaikan tangannya pada Naya, Naya pun tersenyum dan berjalan meninggalkan anak lelaki itu. Dania terus melihat lelaki itu hingga ia memasuki rumahnya, di tatapnya jendela kamar sebrang lekat-lekat, tempat dimana Dania melihat lelaki itu untuk pertama kalinya. Tiba-tiba muncullah lelaki itu di pandangan Dania lagi, betapa terkejutnya Dania saat melihat lelaki itu mencoba untuk menaikkan kaos yang ia kenakan. Karena malu Dania menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Saat lelaki itu menoleh ke luar jendela dia pun tak kalah kagetnya dengan Dania, terlihat olehnya seorang gadis yang anggun sedang menutupi wajahnya dengan kedua tangan mungilnya.
“Dia cewek yang aku liat tadi kan? Kenapa dia kaya gitu?” gumam lelaki itu sembari menerka-nerka apa yang telah terjadi pada Dania.
“oh ini.” Lanjutnya saat menyadari karena ulahnya itu yang membuat Dania menutupi wajahnya, ia pun mengurungkan niat untuk melepas kaosnya.
Perlahan Dania membuka tangan dan matanya, saat itu juga pandangan mereka bertemu dengan pembatas jendela kaca dan jalan komplek. Setelah beberapa menit mereka bertukar pandang seberkas senyumpun terbit di bibir Dania dan di ikuti senyum sumringah lelaki yang berada di seberang kamar Dania. Lelaki itu membuka jendela kamarnya dan duduk di daun jendelanya, Dania pun ikut membuka jendela kamarnya dan melambaikan tangannya. Lelaki itu berdiri dan berjala meninggalkan jendela, Dania menatap bingung. Tak lama lelaki itu datang dengan membawa selembar kertas di depan dadanya.
“A...R...D...I.” Ucap Dania mengeja tulisan yang berada lumayan jauh di depannya, Dania hanya terseyum melihatnya.
“Nia, ayo temani bunda belanja.” Terdengar suara bunda Dania memanggilnya. Dania bergegas menutup jendela tak lupa ia melambaikan tangannya kepada Ardi yang masih berdiri di depan jendela kamarnya.

“Bun emangnya kita mau belanja apa?” tanya Dania pada bundanya.
“Belanja makanan, kan nanti sore ayah pulang.” Jawab bunda Dania sembari terus mengemudikan mobilnya.
Di dalam hati Dania merasa sedih karena ia tidak jadi datang ke acara makan malam tetangga barunya itu, tetapi apa boleh buat kebersamaan keluarga yang di utamakan oleh Dania, karena ayahnya sering bekerja di luar kota oleh karena itu ia sangat jarang bertemu dengan ayahnya.
Di supermarket bunda Dania asyik memilih-milih sayuran dan lauk untuk memasak makan malam special untuk suaminya tercinta. Sedangkan Dania asyik melihat pernak-pernik serba ungu yang di pajang di salah satu lemari kaca. Setelah lama berkeliling Dania dan bunda tercinta berjalan ke arah kasir dan bergegas menuju rumah.

Dania duduk di tepi tempat tidurnya, masih memandang jendela kamarnya lektet-lekat. Terlihat olehnya sebuah mobil sedan muncul di depen gerbang rumahnya, Dania bergegas turun dan keluar untuk membukakan pintu gerbang untuk ayahnya.
“Bun, ayah udah dateng.” Ucap Dania sembari berjalan ke arah dapur.
“Mana ayah?” tanya bunda Dania sembari mengelap tangannya yang basah.
“Tuh.” Jawab Dania sembari memonyongkan bibirnya ke arah ruang keluarga.
Setelah bersalaman dan bergurau dengan ayahnya Dania berjalan ke kamar dan merebahkan tubuhnya di kasur.

“Nia, ayo turun makan malam.” Suara ayah Dania membangunkannya.
“Iya ayah.” Jawab Dania lembut dan segera merapikan rambutnya. Ia  berjalan berdampingan dengan ayahnya saat menuju ruang makan.
“Yah mau kemana?” tanya Dania saat melihat ayahnya berjalan ke arah pintu luar.
“Ayo cepetan, bunda sudah ada di sana, kita telat nih.” Jawab ayah Dania sembari melihat arloji yang melingakar di pergelangan tangannya.
Dania berjalan ke arah ayahnya dan masih merasa bingung. “Ada apa sebenarnya?” gumam Dania dalam hati. Dania berjalan di sbelah ayahnya, memasuki rumah tetangga barunya yang ia masuki 5 tahun yang lalu.
Terlihat oleh Dania tetangga-tetangga satu komlek berkumpul semua di rumah itu, bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, bahkan teman-teman sekolah Dania yang tinggal di komplek itu, tetapi  tak di lihatnya Ardi di sana.
“Nia kamu di sini juga?” tanya Rama mengagetkan Dania.
“Iya.” Jawab Dania sembari tersenyum.
“Mau ini?” tanya Rama menawarkan minuman.
“Boleh, makasih.” Jawab Dania lembut.
“Kesana yuk.” Ucap Rama sembari menunjuk kolam renang yang tak berapa jauh dari tempat mereka berdiri.
Dania dan Rama berjalan beriringan menuju kolam ranang itu, tidak sepi di tempat itu banyak anak-anak kecil bermain di sana,tetapi yang membuat Dania tekejut bukanlah itu tetapi seseorang yang sedang asyik mengobrol di sudut kolam renang itu.
“Eh bukannya itu Naya ya?” tanya Rama sembari mennjuk ke arah Naya yang sedang berdiri dengan Ardi di sudut kolam renang, Dania hanya mengangguk.
Mendengar namanya di sebut Naya menoleh pada Dania dan Rama.
“Hei kalian, ayo kesini.” Teriak Naya sembari melambai-lambaikan tangannya.
Rama dan Dania melangkah mendekati Naya dan Ardi. Ardi terpaku dan terkejut melihat kehadiran gadis yang ia lihat di depan jendela kamarnya.
“Eh ini kenalin, Ardi tetangga baru dan teman baru kita.” Ucap Naya sembari memegang pundak Ardi.
“Rama, rumahku di sebelah rumah Naya.” Ucap Rama sembari menjulurkan tangan.
“Ardi, senang berkenalan sama kamu.” Jawab Ardi sembari membalas juluran tangan Rama.
“Oh iya, kenalin juga nih” ucap Rama sembari melirik Dania “cewe pendiam di komplek ini, namanya Dania jangan kaget ya kalo dia Cuma bisa senyam-senyum.” Lanjutnya embari tertawa.
Dania hanya tersenyum dan memukuli pundak Rama karena kesal. Ardi dan Naya pun ikut tersenyum di buatnya.
“Kamu mau sekolah di sekolah kita kan?” tanya Rama pada Ardi.
“Iya, gmana kalo kita berempat berangkat bareng,soalnya aku belum hafal jalannya dan kalau di antar aku malu.” Jawab Ardi sembari tersenyum malu.
“Aku sih gak masalah, kamu gimana Nay?” tanya Rama pada Naya.
“Ok, gak pa-pa. Tapi Nia mau gak?” tanya Naya yang melihat Dania tidak mendengar obrolan mereka.
“Hei.” Teriak Rama di dekat telinga Dania dan membuatnya terkejut.
“E, iya-iya.” Jawab Dania terbata-bata.
“Ok kalau begitu kita ketemu di rumah Ardi ya.” Ucap Rama menegaskan.
“Ok.” Jawab Naya semangat.
Mereka terus mengobrol tentang guru-guru di sekolah mereka dan teman-teman yang akan menjadi teman Ardi di sekolah dan kelas yang akan Ardi tempati. Karena waktu sudah hampir tengah malam para tamu berangsur menyusut, begitu juga dengan Dania dan Rama yang sudah di suruh pulang oleh kedua orang tua mereka, tak lain halnya dengan Rama dan Dania, Naya pun berpamitan dan bergegas pulang ke rumah.

“Nia, Nia, ayo berangkat.” Terdengar suara Rama memanggil Dania dari balik pagar.
Dania membuka jendela kamarnya dan berteriak “Iya, tunggu.” Dania berlari menuruni tangga dan menghampiri ayah dan bundanya di ruang makan.
“Yah, bun Dania berangkat ya.” Ucap Dania sembari mencium tangan kedua orang tuanya.
Lho, kamu gak sarapan?” tanya bunda Dania khawatir,Dania hanya menggeleng.
“Minum susu dulu.” Ucap ayah Dania sembari memberikan segelas susu untuk Dania.
“Kamu beneran gak mau ayah anter?” tanya ayah Dania sekali lagi.
“Enggak usah, ayah kan masih capek jadi istirahat aja dulu di rumah.” Jawab Dania sembari menaruh gelas susu di meja makan, dan bergegas berlari menuju ruang tamu dan berjalan ke luar rumah.
Di depan gerbang terlihat oleh Dania ke-tiga temannya sudah menunggu di sana.
“Ayo naik.” Ucap Rama sembari menoleh ke arah belakang sepedanya.
Ardi dan Naya berboncengan, dengan Naya duduk di batangan depan sepeda Ardi sedangkan Dania berdiri di bagian belakang sepeda Rama dan berpegangan erat pada pundaknya. Ardi dan Rama segera melajukan sepeda mereka menuju sekolah, dengan hembusan angin yang membelai lembut rambut Dania yang terurai, serta tawa-tawa kecil yang terdengar di sepanjang perjalanan mereka.

“Aku duluan ya.” Ucap Dania saat baru turun dari sepeda dan merapikan rambutnya.
Kedua temannya tidak mersa aneh dengan sikap Dania yang berubah-ubah, tetapi berbeda denga Ardi sangat terlihat jelas ribuan pertanyaan yang muncul di raut wajahnya.
“Hei, kamu mikirin apa?” tanya Rama sembari memukul pundak Ardi.
Ardi terus memandangi Dania yang berjalan menjauhi mereka dengan tatapan bingung.
“Udah, gak usa bingung gitu. Dania memang kaya gitu, sifatnya itu berubah-ubah.” Ucap Naya sembari melangkah meninggalkan parkiran sepeda.
“Ayo.” Ucap Rama mengajak Ardi berjalan ke koridor menuju kelas.
“Em, mungkin kamu bingung sama sifatnya Dania, tapi sebenernya dia itu orangnya asyik dan baik kok, tapi semenjak Mico pindah dan gak ada kabar Nia jadi agak menutup diri.” Ucap Rama menjelaskan.
“Emang Mico itu siapa?” tanya Ardi penasaran.
“Mico itu sahabat Dania dan tentunya sahabatku juga.” Jaab Rama sembari terus berjalan.
“O iya, Mico itu orang yang tinggal sebelum kamu di rumah yang kamu tempatin sekarang.” Ucap Rama menambahkan, Ardi hanya mengangguk kepala dan berjalan mengikuti Rama.
“Itu ruang gurunya.” Ucap Rama sembari menunjuk salah satu ruangan di sekolahnya.
“Makasih ya Ram.” Ucap Ardi sembari memegang pundak Rama.
“Ok. Aku masuk kelas dulu ya, kamu masuk aja ke ruang guru nanti kan di anter ke kelas kamu.” Ucap Rama yang tersenyum dan berjalan meninggalkan Ardi.
Tak lama dari itu bel masuk pun berbunyi. Para siswa di kelas Dania menyiapkan peralatan belajar dan duduk rapi di bangkunya masing-masing.
“Selamat pagi.” Ucap Bu Tasqia.
“Pagi bu.” Jawab Dania dan teman-teman serempak.
“Perkenalkan ini teman baru kalian” ucap Bu Tasqia sembari memegang pundak Ardi “ayo kenalkan dirimu.” Lanjut Bu Tasqia sembari duduk di kursinya.
“Aku Ardi, senang berkenalan dengan kalian.” Ucap Ardi sembari menebar senyum pada seluruh teman barunya.
“Ya, selamat datang di kelas kami.” Jawab siswa di kelas itu dengan serempak.
“Baik, Ardi kamu duduk di sebelah Radi ya.” Ucap Bu Tasqia sembari menunjuk bangku kosong di sebelah Radit.
“Baik bu.” Jawab Ardi sembari melangkah menuju bangku yang di maksud.
Ardi melewati bangku Dania,Naya dan Rama mereka ber-4 duduk berbelakangan. Semua siswa dalam kelas mulai serius mengikuti pelajaran.

Matahari sangat terik siang ini, tetapi tidak menyurutkan semangat Rama dan Ardi untuk melajukan sepeda mereka secepat kilat.
“Makasih ya Ram.” Ucap Dania saat turun dari sepeda.
“Ok, gak masalah. Kapan kita berangkat bareng lagi?” tanya Rama sembari memandang lurus mata Dania, Dania hanya mengangkat bahu dan menggeleng pelan.
“Daah, jangan lupa nanti malam ya.” Ucap Naya sembari berjalan ke arah rumahnya.
“Ok.” Jawab Rama dan Ardi sembari melajukan sepedahnya menuju halaman rumah mereka.


Lelaki itu termenung memandang sebuah vas bunga di atas meja yang tak jauh dari tempat tidurnya.
“Maaf, aku membuatmu marah tetapi ini lebih baik dari pada aku melihat kamu menangis, dan layu seperti bunga itu.” Ucap lelaki itu terbata-bata dan meneteskan air mata.

“Ram mau ke mana?” tanya papa Rama.
“Mau ke rumah Naya pa.” Jawab Rama sembari mengambil jacket yang menggantung di sofa ruang keluarga.
“Pulangnya jangan malam-malam.” Ucap papa Rama sembari mengganti acara televisi yang ia lihat.
“Iya.” Jawab Rama sembari berjalan ke arah pintu.

“Naya ini Rama.” Ucap Rama sembari menekan bel rumah Naya.
“Udah di sini Ram?” terdengar suara gadis mengagetkan Rama.
“E, e iya.” Jawab Rama tekejut saat melihat gadis di sebelahnya adalah Dania.
“Nia, kamu cantik banget malem ini.” Ucap Rama sembari menggaruk-garuk kepala.
“Makasih.” Jawab Dania lembut.
“Oh, Rama dan Dania? Ayo masuk, Ardi dan Naya sudah ada di atas.” Ucap mama Naya saat membukakan pintu.
“Iya, makasih tante.” Ucap Rama dan Dania.
Dania dan Rama bergegas menaiki tangga dan menuju ke tempat yang di maksud oleh mama Naya.
“Oh, kalian sudah datang? Ayo masuk.” Ucap Naya saat melihat Dania dan Rama muncul di pintu. Dania dan Rama ikut bergabung dengan Naya dan Ardi.
“Nia, kamu gak ikut lomba piano yang di sekolah?” tanya Naya sembari menaruh segelas jus di dekat Dania.
“Aku gak main piano lagi.” Jawab Dania singkat sembari terus memainkan laptop di hadapannya.
“Kenapa?” tanya Rama dan Naya berbarengan.
“Enggak, karena piano hanya menghubngkan aku sama Mico, jadi mulai hari ini aku mau lupain dia dan yang telah terjadi di antara kami. Semua itu karena kalian, kalian udah nyadarin aku dari mimpi buruk ini.” Jawab Naya sembari menap mata ke-3 temannya.
“Kita juga seneng kok kalo kamu udah bisa kaya dulu lagi, jadi anak yang periang.” Jawab Naya sembari tersenyum.
“Makasih ya.” Jawab Dania sembari memeluk Naya, Rama dan Ardi tersenyum dan saling tukar pandang.
Sejak malam itu Dania kembali menjadi anak periang, dengan ke-3 sahabatnya yang selalu ada dan membuatnya bahagia sepanjang waktu.

“Bu baksonya 4 ya.” Ucap Rama memesan makanan di kantin sekolah dan mengantri dengan sisiwa-siswa yang lain.
“Minumnya apa dek?” tanya ibu kantin pada Rama.
“Em, es teh aja den bu.” Jawab Dania menyerobot jawaban Rama.
“Di tunggu di meja ya bu.” Ucap Rama sembari menggandeng tangan Dania dan menuju tempat duduk di sudut kantin.
“Hei, mana makanannya?” tanya Ardi yang sudah duduk di bangku kantin bersama Naya.
“Ya sabar si boss.” Jawab Rama ketus.
“Hei-hei, apa-apaan itu?” tanya Ardi sembari mununjuk tangan Dania yang di genggam oleh Rama.
“Hahaha. Kamu cemburu?” tanaya Rama sembari tertawa terbahak-bahak.
“Nih, mau?” ucapnya lagi sembari menyodorkan tangannya ke wajah Ardi.
“Ih, udah-udah.” Ucap Dania sembari melepaskan tangannya dari genggaman Rama.
“Whahaha.” Ardi dan Naya tertawa terbahak-bahak, Rama hanya terdiam dan duduk di sebelah Dania.
“Makanan datang.” Ucap Naya kegirangan.
“Wah, kayanya kita nanti di traktir nih.” Ucap Rama sambil menatap mata Ardi.
“O iya, kayanya udah ada orang yang 1 bulan sekolah di sini.” Ucap Naya sembari mengaduk bakso yag ada di hadapannya.
“Ih apaan si?” ucap Ardi  merasa tersindir.
“Oh jadi gak mau nraktir kita nih?” ucap Dania menggoda dan mengancam.
“Eh, iya deh.” Jawab Ardi sembari menggaruk-garuk kepala.
Rama, Naya dan Dania hanya tertawa mendengar jawaban Ardi.


Dania duduk di bangkunya.
“Apa ini?” gumamnya dalam hati saat melihat kertas merah di tumpukan bukunya.
Dania membuka dan membaca tulisan yang tertera di kertas itu.
(Nia, aku mau ngajak kamu ke taman besok jam 9. Semoga kamu mau, aku tunggu. Ardi.)
Setelah membaca isi surat itu Dania langsung menoleh ke arah Ardi, dan Ardi hanya membalas dengan senyuman manis.


Dania dan Ardi berjalan ke parkiran duluan sedangkan Rama dan Naya berjalan mengikuti.
“Ram, Nia sama aku.” Ucap Ardi saat melihat Rama dan Naya di bekangnya.
“Ok. Hati-hati.” Jawab Rama sembari mengankat jempolnya.
“Ayo Nay.” Ucap Rama sembari menarik tangan Naya agar cepat aik ke sepeda.
“Ram kayaknya aku mau ke toko buku deh, kamu pulang duluan aja.” Jawab Naya sembari meninggalkan Rama di parkiran sepeda.
Naya berdiri di di depan gerbang sembari menoleh ki kiri dan ke kanan.
“Nay mau ke mana?” taya Radit saat melihat Naya berdiri sendirian di gerbang.
“Mau ke toko buku.” Jawab Naya singkat.
“Aku anter yuk?” ucap Radit menawarkan diri.
“Em, gimanaya?” ucap Naya ragu-rgu.
“Udah cepetan naik.” Ucap Radit memaksa.
Naya dan Radit meninggalkan sekolah dengan sepeda merah Radit dan bergegas ke tok buku.
“Dasar cewek aneh.” Ucap Rama kesal saat melihat Naya dan Radit berboncengan.
Rama melajukan sepedanya dengan kencang, melesat pergi dari sekolah.
“Sreeeeet.” Terdengar gesekan ban sepeda dengan aspal di pertigaan jalan menuju komplek rumah Dania.
Rama menabrak seorang gadis sebayanya dengan sepedanya.
“Em kamu gak pa-pa kan?” tanya Rama khawatir.
“Est, enggak pa-pa kok.” Jawab gadis itu menahan rasa sakit.
“Clara?” ucap Rama terkjut saat melihat orang yang ia tabrak adalah teman sekelasnya.
Clara hanya dian dan menahan rasa sakit di kaki dan sikunya. Rama yang melihat darah di kaki dan siku Clara ia mencoba membantunya untuk berjalan dan meninggalkan sepedanya di trotoar jalan.
“Clar, kamu sini dulu ya, aku mau beli obat merah sama plester.” Ucap Rama sembari berjalan ke arah sepedanya dan bergegas pergi.


Di toko buku Naya dan Radi memilih-milih buku yang mereka sukai.
“Ini bagus gak ya?” tanya Naya pada Radit.
“Bagus kok. Aku udah pernah baca buku itu.”  Ucap Radit sembari terus memilih-milih buku.
“Kamu juga suka baca buku ya?” tanya Naya sembari berjalan ke arah kasir.
“Menurut kamu?”  ucap Radit balik tanya.
Radit mengantarkan Naya pulang ke rumah.

“Aduuh, perih tau.” Teriak Clara sembari menjambak rambut Rama. Rama hanya diam dan terus membersihkan dan engobati luka Clara.
“Udah selesai.” Ucap Rama sembari tersenyum pada Clara.
“Aku mau pulang.” Ucap Clara sembrai berjalan meninggalkan Rama.
“Hei, kaki kamu masih sakit. Ayo aku anterin.” Ucap Ram sembari mengejr Clara dan mengambil sepedanya.

“Kamu udah baca suratku kan?” tanya Ardi sedikit malu-malu.
“Surat yang mana?” tanya Dania menggoda.
“Iiih.” Jawab Ardi sembari membelok-belokkan sepedanya.
“Hei, iya-iya. Jangan kaya gini aku mau jatuh tau.” Ucap Dania kencang sembari memeluk erat leher Ardi, Ardi hanya tersenyum.


Minggu pagi Dania sudah siap untuk pergi ke taman bersama Ardi.
“Ayo naik.” Ucap Ardi lembut. Dania naik dan berpegangan di pundak Ardi. Mereka pergi bersama di taman deket komplek rumah mereka.
“Kenapa kamu ngajak aku ke taman?” tanya Dania tia-tiba yang membuat Ardi kehabisa kata-kata.
“E, anu, em ya liat aja deh nanti.” Jawab Ardi gugup.
“Jawab gitu aja kok gugup.” Ucap Dania sembari tersenyum.

Naya duduk sendiri di bangku taman, menunggu seseorang di sana dan sesekali menatap langit.
“Hem, kenapa dia kemaren pulang sama Nia sih?!” ucapnya kesal sembari menendang-nendang batu yang ada di dekat kakinya.
“Kenapa arus Nia? Kenapa harus dia?” ucapnya kesal sekali lagi.
“Menyebalkan.” Ucapnya sembari mengusap air mata yang membasahi pipinya.
“Dulu Mico, sekarang Ardi, kenapa aku kaya gini?”
“Dan kenapa Dania, Dania, Dania lagi.”
“Aaaaah.” Ucap Naya berulang-ulang sembari terus mengusap air matanya.

“Sampai.” Ucap Ardi sembari menaruh sepedanya dan duduk di bangku taman dengan Dania.
“Trus mau ngapain?” tanya Dania bingung.
“Em, Nia kamu tau gak kamu itu cantik.” Ucap Ardi membuka pembicaraan mereka.
“Trus kenapa kalo aku cantik?” tanya Dania menggoda.
“Aku suka sama kamu.” Ucap Ardi lantang dan berlari meninggalkan Dania sendiri.
Dania terkejut dan merasa senang dalam hatinya.
“Kenapa dia lari? Apa dia malu?” ucap Dania sembari tersenyum senang.
“Kenapa dia harus malu? Padahalkan aku juga suka.” Ucap Dania dalam hati.

“Nay, kamu di sini?” tanya Ardi yang melihat Naya duduk sendiri di bangku taman dengan wajah yang sedih “kamu kenapa?” tanya Ardi sekli lagi dan duduk di sebelah Naya.
“Kamu suka ya sama Dania?” tanya Naya sembari menatap mata Ardi, Ardi hanya terdiam.
“udah gak usah di jawab aku tahu kok. Tapi aku Cuma mau ngomong kalo aku suka sama kamu. Tapi lupain aja, anggep aja kita gak pernah ngomong apa-apa disini.” Ucap Naya sembari menghapus air matanya.
“Maaf Nay, maaf banget. Tapi kita kan bisa jadi sahabat.” Ucap Ardi sembari mengelus pundak Naya. Naya berdiri dan meninggalkan Ardi.
“Naya tunggu.” Ucap Ardi sembari menarik tangan Naya.
“Maaf Nay.” Ucap Ardi sembari memeluk Naya. Naya menumpahkan semua tangisannya di pelukan Ardi.
Ardi melihat balon yang terbang di langit, dan menoleh ke belakang tanpa melepas pelukannya.
“Nia?” ucapnya terkejut saat melihat Dania berdiri tak jauh dari nya dengan tatapan kecewa. Mendengar kata Nia, Naya langsung melepaskan pelukannya.
“Nia, tunggu.” Ucap Ardi sembari mengejar Dania.
Dania terus berlari meninggalkan Ardi dan tak mempedulikannya.
“Whaa.” Terdengar teriakan Ardi di belakang Dana.
Dania berhenti dan enoleh kebelakang. Dia berlari ke arah Ardi dan membantunya berdiri.
“Makanya hati-hati.” Ucap Dania kesal.
“Kamu kenapa lari?” tanya Ardi. Dania hanya tediam dan memapah Ardi untuk duduk.
“Aku tadi cuma nenagin Naya aja kok. Dia itu kagi sedih banget.” Ucap Ardi menjelaskan sembari menahan rasa sakit di perut dan kakinya.
“Kamu gak pa-pa kan?” tanya Dania khawatir.
“Enggak kok.” Jawab Ardi sambil meringis menahan sakit.
“Ayo ke rumah sakit. Lagian orang yang nabrak kamu tadi masih di sana, ayo.” Ucap Dania sembari memapah Ardi.

Di rumah sakit Dania menunggu Ardi di ruang tunggu. Tak beberapa Ardi keluar dai ruangan pengobatan.
“Sini aku bantu.” Ucap Dania sembari menggandeng tangan Ardi.
Mereka berjalan di koridor rumah sakit dengan bergandenga tangan.
“Maaf, maaf.” Ucap Dania saat ia menabrak salah satu pasien yang menggunakan kursui roda.
“Mico.” Ucap Dania terkejut saat melihat orang itu adalah Mico.
“Nia.” Jawab Mico sembari tersenyum, dan pergi meninggalkan Ardi dan Dania yang masih berdiri mematung.

“Sakit ma, sakit.” Teriak pasien yang sedang di obati di ruanganya.
“Sabar sayang, sabar.” Ucap Mama nya yang juga ikut menangis.
“Ma Mico udah gak kuat lagi ma.” Ucap anak itu dengan air mata yang terus mengalir.
“Jangan seperti iti sayang, kamu harus kuat.” Ucap Mama Mico terus menyemangati putranya.

“Kring,kring,kring.” Suara telpon rumah Dania berbunyi.
“Halo, dengan siapa ya?” ucap Dania lembut.
“Ini tante Riska, Dania.”jawab seseorang di balik telepon itu.
“Oh iya, ada apa tante?” taya Dania seketika saat mengethui bahwa orang itu adalah mama Mico.
“Mico ingin bertemu sama kamu, sudah lama dia menahan semua ini, tante mohon kamu dateng ya Nia, tante mohon.” Ucap mama Mico trisak.
Tak lama telepon itu mati, Dania hanya mamatung kehabisan kata-kata.

“Sayang, ini Dania sudah datang.” Ucap mama Mico di dekat telinganya.
Mata Mico terbuka dan memandang gadis di depannya, gadis yang selalu ia sayangi.
“Maaf aku membuat kamu sedih. Tapi aku seneng ada orang lain yang bisa buat kamu tertawa lagi. Maaf.” Ucap  Mico terbata-bata dan tak sadarkan diri, mama Mico panik dan menghubungi dokter, begitu juga dengan Dania yang sedih karena pertemuan ini sangat menyedihkan.

“Gimana keadaan Mico?” tanya Ardi saat Dania keluar dari ruangan Mico.
Tanpa menjawab Dania lengsung memeluk Ardi dengan erat menangis dalam peluknny.
Rama dan Naya yang berada di situ juga merasakan kesedihan ang dalam.
“Aku jahat Ar.” Ucap Dania dalam sela-sela tangisannya.
“Aku fikir dia benci sama aku, tpi dia pergi gara-gara gak mau aku tau tentang penyakitnya.” Ucap lagi dan semakin erat menyengkram pundak Ardi.
Ardi hanya terdiam dan menenangkan Dania, sedangkan Naya terjatuh di senderan Rama dan ikut mnangis.
Kemudia para dokter kelur dari rungan dan di ikuti kedua orang tua Mico dari dengan wajah yang sangat sedih. Setelah itu di ikuti para petugas yang membawa jenazah dari ruanga itu. Tangisan Naya dan Daniapun semakin histeris.
“Sudah, ikhlaskan saja Mico. Supaya di tenang di sana.” Ucap papa Mico yang mendekati Nia, Naya, Rama dan Ardi.

“Ayo berangkat.” Ucap Ardi sembari melambai-lambaikan tangannya.
“Ayo, kamu bawakan?” tanya Dania sembari memegang pundak Ardi.
“Bawa dong. Tapi ngomong-ngomong balonnya untuk apa?” tanya Ardi penasaran.
“Ayo nanti kamu pasti tau.” Ucap Dania sembari naik ke sepeda Ardi.
“O iya, ngomong-ngomong tentang waktu itu, em aku juga suka sama kamu.” Ucap Dania membuyarkan konsentrasi Ardi.
“Em waktu aku liat kau di jendela kamar kamu itu, ya sejak itu aku mulai suka sama kamu.” Ucap Dania menjelaskan.
Ardi hanya tersenyum dan mempercepat laju sepedahnya.

“Satu, dua, tiga.” Ucap Ardi dan Dania bersamaan untuk melepaskan dua balon yang sudah mereka tulisi sebelumnya. Mereka tertawa dan bergandengan tangan.
Ardi: Terima kasih Tuhan, Engkau telah mempertemukan kami. Mico, aku akan menjaga Dania dan selalu menyayanginya. Terimakasih kau memberikan kesempatan ini padaku.
Dania: Mico hari ini aku dan Ardi  lulus SMA, mungkin ini ucapanku yang terakhir, terimakasih kamu telah memberi aku kesempatan untuk menyayangimu. Selamat jalan, aku dan Ardi akan selalu mendoakanmu.


                                                                                                    Rts22

Komentar