Assalamualaikum, kali ini saya akan memposting cerita tentang persahabatan. mau tau ceritanya? silahkan di baca ya, semoga menarik da bermanfaat :) selamat membaca.
Si Hijau yang Lucu
Si Hijau yang Lucu
Sengatan
mentari menusuk kulitku, angin yang bertiup sangat pelan dan tak ada pepohonan
yang rindang membuatku merasa sangat lelah. Jam pelajaran siang ini adalah
oelajaran Pak Husni yaitu olahraga, sumua siswa di kelasku berada di lapangan
untuk mengikuti pelajaran. Materi kami kali ini adalah bermain basket, kami pun
mulai berlatih dan bertanding di tengah teriknya mentari.
“Priit.”
Suara peluit Pak Husni pertanda latihan kami sudah usai.
“Baik
anak-anak, materi kita sampai sini, silahkan istirahat.” Ucap Pak Husni sembari
meninggalkan lapangan.
“Zahra, mau
ganti baju?” tanya Sasa kepadaku.
“Iya, tapi
mau minum dulu.” Jawabku sembari menggambil botol minumku dan duduk di pinggir
lapangan.
“Sa aku
duluan ya?” ucap Hasna dan Nadia.
“Iya, aku
nunggu Zahra.” Jawab Sasa sembari duduk di sebelahku.
“Lho kalian
belum ganti baju?” tanya Putri kepada aku dan Sasa.
“Ini baru
mau ganti.” Jawab Sasa sembari berjalan menyusul Putri.
Kami bejalan
menuju ruang ganti di sekolah, di sudut sekolah dan lumayan jauh dari kelas
kami. Melewati beberapa kelas, kantor, bahkan perpustakaan. Aku salah seorang
sisiwi yang duduk dikelas 9, aku Putri dan Sasa sudah berteman sejak kami baru
masuksekolah ini. Kami tergabung dalam sebuah grup persahabatan, grup kami
terdiri dari 7 orang termasuk aku, Sasa dan Putri.
“Tunggu,
tunggu. Yang baru datang harus mengantri.” Ucap Tiara mencegah kami yang
menerobos antrian ganti.
“Iya benar.
Sasa, Zahra, Putri kalian mundur.” Ucap Puput sembari megibas-ngibaskan
tangannya.
Aku pun
mengantri di belakang teman-teman yang lain untuk menunggu giliran bergati
pakaian. Setelah beberapa mmenit aku pun mendapat gilira untukmasuk dan
berganti pakaian.
“Sa tunggu
ya.” Ucap ku sembari menutup pintu ruan ganti.
“Ok.”
Terdengar jawaban Sasa di luar sana.
Saat aku
keluar dari ruang ganti, terlihat Sasa dan Putri sedang mengobrol dan siap
untuk pergi.
“Ayo Ra.”
Ucap Putri sembari melangkah pergi.
Aku
mengikuti di belakang mereka dengan membawa lipatan baju olahraga di tangan ku.
Aku berjalan lurus di depan ruang guru, saat di belokan menuju kelasku
tiba-tiba seseorang menabrakku dan membuat bajuku terjatuh ke lantai.
“Maaf, aku
tidak melihat.” Ucap seseorag itu merasa bersalah.
“Tidak
apa-apa.” Jawabku sembari mengambil baju olahragaku yang terjatuh.
Aku bergegas
berdiri, saat aku menegakkan wajahku betapa terkejutnya aku melihat orang yang
telah menabrakku.
“K, kamu?
Kenapa ada di sini?” tanyaku terbata-bata karena masih terkejut.
“Zahra.”
Jawabnya yang juga terlihat kaget.
“Arya buruan
kelasmu ada di sana.” Teriak seseorang memanggilnya.
“Iya.”
Jawabnya sembari mengikuti suara itu dan pergi dari hadapanku.
“Ra kenapa?”
suara Tiara mengagetkanku.
Akau hanya
menjawab dengan gelengan. Aku pun meninggalkan tempat itu, dan berjalan menuju
ke kelas.
Suara gaduh terdengar
di kelasku, seperti ini biasa terjadi saat jam istirahat. Terlihat olehku Sasa,
Putri, Hasna, Puput, Nadia dan Tiara asyik mengobrol di bangku paling depan.
Biasanya aku juga ikut bergabung bersama mereka, tapi setelah kejadian tadi
membuatku malas berbicara.
“Kenapa dia
ada di sini ya?” gumamku dalam hati sembari menerka-nerka.
“Ra mau ikut
ke kantin gak?” tanya Hasna padaku. Aku hanya menggelengkan kepala.
“Kenap tuh
si Zahra?” terdengar suara Tiara yang bertanya pada Sasa.
“Entahlah.”
Terdengar lagi oleh ku jawaban Sasa sembari terlihat gelengan kepalanya yang
terlihat bingung.
Tiba-tiba
Nadia dan Puput mendekatiku dan menarik paksa aku untuk ikut menreka ke kantin.
Dengan pasrah aku mengikuti kemauan mereka. Saat tiba di kantin aku kembali
tercengang dan gugup melihat seseorang yang berada tak jauh dari tempat aku
duduk. Dia seseorang yang menabrakku tadi dan dia seseorang yang pernah dekat
denganku di masa kecil.
“Untuk apa
dia datang?!” gumamku sedikit kesal sembari mengalihkan pandangan.
“Kamu tahu
boneka yang bagus itu?” tanya ku kepada seseorang yang berada di sebelahku.
“Ehem, itu
boneka keroppi. Apa kamu mau?” jawab orang itu dengan cepat.
Aku hanya
menganggukkan kepalaku perlahan sembari terus menatap boneka hijau lucu yang terpajang
di sebuah toko.
“Zahra, Arya
ayo kemari.” Teriak mama Arya yang berada tak jauh dari tempat kami berdiri.
“Aku hanya
pergi sebentar, jadi jangan khawatir. Aku akan cepat kembali dan membawa boneka
hijau itu untukmu.” Ucap Arya yang terdengar saat kami berlari menuju ke arah
tempat mama Arya berdiri.
Aku
berhenti, dan menatapnya perlahan.
“Apa kamu
janji?” tanyakusedikit ragu.
“Iya aku
janji.” Jawab Arya sembari mengacungkan jari kelingkingnya.
Aku pun
menyambut jari kelingking itu dengan senyum sumringah dan mengacungkan jari
kelingkingku juga, pertanda janji sudah terikat. Kami pun melanjutkan lari kami.
Arya pun pegi bersama mamanya menggunakan sebuah mobil, pergi meninggalkan aku
bersama janjinya. Aku pun berbalik dan menghampiri bundaku yang telah lama
menunggu di belakangku, kamipun pergi dari tempat itu dan kembali kerumah.
“Hoy, Ra.
Ngelamun aja.” Teriak Nadia sembari menepuk pundakku.
“Hih, apa
sih.” Teriak ku kesal karena dia mengagetkanku.
“Kamu mau
makan apa? cepetan keburu masuk.” Ucap Tiara.
“Ah, aku
tadi kan udah bilang gak mau ke kantin tapi kalian yang maksa aku. Udah deh aku
siomay aja.” ucapku sedikit ketus.
“Ya,ya,ya.
Baik boss.” Jawab Nadia yang mengejekku.
“Mbak pesen
Siomay nya satu lagi ya?” teriak Tiara memesan pada ibu kantin.
Setelah siomayku
datang, kami pun melahap pesanan kami masing-masing dengan candaan yang di
lontarkan oleh Puput Dan Sasa, obrolan kami pun di selingi dengan tawa-tawa ala
anak ABG. Empat anggota lagi dari grupku adalah Hasna, Puput, Nadia, dan Tiara.
Ya karena itulah kami sering bersama dalam keadaan susah ataupun senang dalam
keadaan lapang ataupun sempit.
Waktu
sekolah pun telah usai. Aku dan ke 6 sahabatku keluar dari kelas dan menuju ke
gerbang. Biasanya kami di jemput oleh orang tua kami masing-masing tekadang juga
kami memutuskan untuk pulang bersama menggunakan angutan kota bahkan bersepeda.
Hari ini kami di jemput jadi kami berpisah di gerbang sekolah.
“Daah, aku
duluan ya.” Pamit Hasna sembari melambaikan tangannya den memasuki mobil
papanya yang sudah terparkir di luar gerbang sekolah.
“Aku juga
duluan ya.” Ucap Sasa pada kami.
“ayo Put.”
Sambung nya sembari menarik tangan Putri untuk pulang bersamanya, mereka sering
pulang bersama karena mereka masih saudara.
Kami pun
hanya tersenyum dan melambaikan tangan dengan riang. Satu-persatu sahabatku
pulang dan akhirnya tinggal aku dan beberapa siswa lain yang masih menunggu jemputan datang di gerbang
sekolah.
“Selalu aku
yang pulang terakhir.” Gumamku lesu sembari menghela nafas panjang.
Berangsur-angsur
siswa yang menunggupun habis dan tinggal aku sendiri di gerbang sekolah menanti
bunda yang tak kunjung menjemputku. Berdiri sendiri menatap indahnya langit dan
ramainya kendaraan di jalan raya.
“Bunda ayo,
hari ini Arya pulang dan membawa boneka itu, ayo bunda, ayo.” Rengekku meminta
bunda untuk mengantarku ke rumah Arya.
Rumahku dan
rumah Arya yang tidak terlalu jauh membuat aku dan bunda tiba di sana
“Bunda, adaa
pa dengan rumah Arya?” tanyaku bingung karena melihat rumah Arya penuh dengan
orang-orang yang mengangkati nbarang-barangnya ke dalam mobil truk.
“Arya dan
keluarganya akan pindah rumah sayang.” Jawab bunda sembari mengelus lembut
kepalaku.
“Lho buk
Zahra, kok disini? Kenapa gak masuk aja?” tanya mama Arya yang tiba-tiba muncul
dari belakang.
“Iya bu, ini
si Zahra minta di antar kesini.” Jawab bunda sembari berjalan disebelah mama
Arya.
Aku sedih
mendengar kalu Arya dan keluarganya akan pindah rumah. Dan saat pindah ini pun
dia tidak datang kesini untuk menemuiku.
“Lho dimana
Arya? Apa Tidak ikut?” tanya bundaku dan menghentikan langkah kami.
“Tidak bu.
Dia sedang jalan-jalan bersama ayahnya.” Jawab mama Arya sembari tersenyum
melihatku.
“Tin..tin..tin.”
suara klakson mobil membuyarkan ingatkanku tentang kejadian yang menyedihkan 8
tahun lalu.
“Zahra ayo.”
Teriak seorang wanita dari dalam mobil yang perlahan membuka kaca mobilnya.
“Iya bunda.”
Jawabku sembari berlari memasuki mobil itu.
Di dalam
mobil aku hanya terdiam dan tidak komentar apapun, padahal aku tidak suka kalu
di jemput telat begini.
“Maaf ya sayang,
tadi bunda ada urusan jadi telat jemputnya. Zahra gak marah sama bunda kan?”
ucap bunda yang sesekali melihatku dan terus menyetir.
“Enggak kok
bunda.” Jawabku sembari memberikan senyum pada bunda.
“Kalau tidak
marah kenapa cemberut gitu?” tanya bunda menggodaku.
“Enggak
pa-pa kok bunda.” Jawabku lagi meyakinkan.
Perjalan
dari sekolah menuju rumahku lumayan jauh mungkin menempuh waktu 20 samapi 25
menit. Jadi cukup puas di perjalan, bahkan tidak jarang aku tertidur. Tetapi
tidak sejauh saat aku tinggal di rumah lamaku, mungkin saat di rumah lamaku akan
butuh 3 sampai 4 jam untuk menuju kesekolah, karena itu bunda memutuskan untuk
pindah rumah saat aku lulus sekolah dasar dan karena tempat bunda bekerja lebih
dekat dengan rumah kami yang baru. Tentang keluargaku, kebetulan aku anak
tunggal dan ayahku entah kemana, kata bunda ayahku pergi meninggalkan kami
sejak aku berusia 5 bulan. Walaupun begitu aku tetap bahagia karena memiliki
ibu yang baik,penyabar dan pekerja keras.
Kulentangkan
tubuhku diatas kasur berseperei ungu di kamarku, dan sesekali menghela nafas
panjang, dan terkadang melirik boneka hijau yang memenuhi ruang kamarku. Ya,
sejak pertemuan terakhirku denga Arya, aku mulai mengoleksi boneka hijau yang
lucu itu keroppi namanya, mungin sudah lebih dari 30 biji yang terpajang di
kamarku. Aku bangkit dan mendekati deretan boneka itu dan mengambilnya satu,
boneka terbaruku namanya Emerald kado dari Sasa saat ulang tahunku yang ke-15.
“kamu
terlihat sangat lucu, Rald.” Ucapku sembari memeluknya dan berjalan ke tempat
tidur.
Pagi ini
sepertinya aku datang terlalu awal, siswa di kelasku belum ada yang datang.
“Hei hijau
kamu datang pagi sekali hari ini?” ejek temanku dari kelas lain.
Aku hanya
memincingkan mataku, aku kesal karena selalu di panggil si hijau oleh
teman-temanku yang lain bahkan adik kelas ada yang memabggilku kakak hijau
alasan mereka karena aku terlalu tergila-gila pada sosok keroppi si katak hijau
itu.
“Pagi
Zahra.” Terdengar suara yang mengagetkan ku dari belakang.
“E, iya.”
Jawabku sembari menengok ke belakang.
“Ka, kamu?”
tanya ku terkejut karena orang itu adalah Arya, teman masa kecilku itu.
“Iya ini aku
Arya. Maaf aku baru bisa menemuimu.” Jawab Arya menundukkan kepalanya.
“Tapi kenapa
kamu bohong Ar?” ucapku sedih.
“Maaf Ra.” Jawab
Arya sembari memegang tanganku.
“kenapa kamu
harus menjanjikan itu kalau kamu tahu kamu tidak akan kembali?” tanyaku pada
Arya sembari melepaskan tanganku dari genggamannya dan mengusap air mata yang
telah basah di pipiku.
“Maaf, aku
memang salah.” Ucapnya lagi mengakui kesalahannya.
Aku hanya
terdiam dan terus tertunduk menahan kesedihan ini.
“Aku disini
untuk menepati janjiku Ra.” Ucap Arya sembari memberikan sesuatu dari dalam
tasnya.
Tiba-tiba
beberapa teman di kelasku datang dan melihat kami sedang berdua di dalam kelas.
“Maaf, aku
pergi dulu.” Ucap Arya yang segera pergi setelah memberikan bungkusan itu
kepadaku.
Aku anya
menatap kepergiannya, tanpa memintanya kembali atau menyuruhnya benar-benar
pergi. Yang aku rasakan sedih dan bahagia, hingga tidak bisa berkata apa-apa
lagi sekarang. Dan aku berjalan menuju tempat dudukku. Setelah tidak lama dari itu, bangku di dalam kelas
terisi penuh dan bel masuk pun berbunyi.
Karena hari
ini hari Sabtu aku dan ke-6 sahabatku pulang bersama, sebelum pulang ke rumah
kami selalu bermain di taman untuk beberapa menit.
“Ra, aku
dengar tadi kamu ngobrol sama anak baru itu ya?” taya Tiara sebelum ia duduk di
kursi taman.
Aku hanya
mengangguk meniyakannya.
“Katanya dia
pintar dan keren ya?” sahut Sasa yang tiba-tiba mendekatiku.
“Mungkin.”
Jawabku santai.
“Ra, ini
apa?” tanya Putri saat melat bungkusan yang ada di dalam tasku.
“Oh, itu
dari Arya.” Jawabku masih santai.
“Oo, anak
baru itu namanya Arya?” ucap Putri yang balik tanya.
“apa dia
temankecilmu itu?” teriak Putri yang terkejut karena menyadari nama itu.
“Iya, dia
orangnya yang membuat aku tergila-gila dengan si katak hijau itu.” Ucap ku
sembari membuka bungkusan pemberian Arya.
“Kira-kira
apa ya isinya?” tanya Nadia.
Aku hanya
mengangkat pundakku dan terus membuka bungkusan itu.
“Whaah, itu
keroppi.” Teriak Nadia yang melihat isi dari bungkusan itu.
“Ternyata
dia menepati janjinya Ra.” Ucap Puput.
“Iya Ra,
sepertinya dia juga menyesal meninggalkanmu, mugkin dia tidak bermaksud membuat
mu sedih.” Ucap Hasna yang mencoba menerka-nerka.
Aku terus
memandangi boneka hjau itu dan perlahan memeluknya.
“Maaf, bisa
aku bicara sama Zahra.” Sebuah suara yang mengagetkanku.
“B,bisa.”
Jawab Hasna tebata-bata.
“Ayo,
sepertinya kita harus pulang lebih awal.” Ucap Nadia sembari mengambil tasnya.
Jantungku
berdebar, darahku terasa mengalir lebih kencang, dadaku sesak, otakku buntu dan
lidahku sangat kaku. Aku tak bisa bekata apapun saat aku dan Arya berada
ditaman bedua setelah sekian lama kami berpisah.
“Aku boleh
duduk?” tanya Arya sembari duduk di sebelahku.
Aku masih
terdiam.
“Aku gak
pernah bermakud untuk pergi jauh Ra, tetapi saat itu orangtuaku yang membuatku
pergi. Maaf Ra. Aku menyesal. Apa kamu mau memaafkan aku?” ucapnya sangat
hati-hati.
“Mungkin ini
susah untu kamu memaafkan aku Ra, tapi aku mohon. Berikan kesempatan untuk aku
mengganti 8 tahu yang terbuang itu Ra.” Lanjutnya sembari terus meliht ke
arahku.
“Aku benci sama kamu, aku kecewa, bahkan aku sudah
berusah melupakan janji itu, tetapi aku lemah, aku rapuh, aku tak berdaya untuk
melakukan itu semua. Karena aku sangat ingin bersamamu lagi, dan boneka keroppi
yang selama ini mendengarkan keluh kesahku tentangmu. Berharap kamu kembali dan
membawa janji mu itu.” Ucapku terisak menahan tangis.
“Tapi aku
datang Ra, membawa janji itu. Dan aku akan mengganti waktu kita yang terbuang
itu. Aku mohon.” Ucapnaya memohon.
“Aku gak
bisa Ar, aku benci, aku benci diriku sendiri karena tidak bisa membencimu. Aku
merindukanmu sahabat.” Jawabku sembari mengusap air mataku dan berusaha untuk
tersenyum.
Arya pun
tersenyum mendenagar ucapan ku itu, dan kami saling tersenyum bahagia menyambut
persahabatan yang baru ini, persahabatan yang lama suram kini akhirnya berwarna
kembali walaupun di awali dengan tangisan, tetapi aku yakin tangisan ini sebuah
awal yang akan membuat kami tersenyum nanti, besok, dan selamanya.
Rts22
Rts22
Komentar
Posting Komentar